PENDAHULUAN
Pengertian Sumber Daya Alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan tambang, angin, cahaya matahari, dan mikroba (jasad renik). pada dasarnya Alam mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan seimbang. Oleh karena itu, perlindungan dan pengawetan alam harus terus dilakukan untuk mempertahankan keserasian dan keseimbangan tersebut. Semua kekayaan yang ada di bumi ini, baik biotik maupun abiotik, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam. Tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroba merupakan sumber daya alam hayati, sedangkan faktor abiotik lainnya merupakan sumber daya alam nonhayati. Pemanfaatan sumber daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumber daya alam bersifat terbatas.
Usaha peternakan ayam akhir akhir ini mulai sering dituding sebagai usaha yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar petemakan ayam tersebut merupakan suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian telah menyadari hal tersebut dengan mengeluarkan peraturan menteri melalui SK Mentan No. 237/1991 dan SK Mentan No. 752/1994, yang menyatakan bahwa usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Amonia (NH3) itu termasuk gas alkalin yang tidak berwarna, Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Jadi kehadiran bahan ini dalam air minum adalah menyangkut perubahan fisik dari pada air tersebut yang akan mempengaruhi penerimaan masyarakat, standar kualitas air minum dari Dep. Kes. R.I. tidak memperbolehkan ammonia terdapat dalam air.
Pengaruh Amonia Pada Usaha Dan Lingkungan Peternakan Ayam
Usaha peternakan ayam akhir‑akhir ini mulai sering dituding sebagai usaha yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar peternakan ayam tersebut merupakan suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian telah menyadari hal tersebut dengan mengeluarkan peraturan menteri melalui SK Mentan No. 237/1991 dan SK Mentan No. 752/1994, yang menyatakan bahwa usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Untuk usaha peternakan ayam ras pedaging, yaitu populasi lebih dari 15.000 ekor per siklus terletak dalam satu lokasi, sedangkan untuk ayam petelur, populasi lebih dari 10.000 ekor induk terletak dalam satu hamparan lokasi (DEPTAN, 1991; DEPTAN, 1994).
Dalam kasus pencemaran lingkungan oleh peternakan ayam, yang menjadi pemicu permasalahan sebenarnya sebenarnya akibat dari pemukiman yang terus berkembang. Pada awal pembangunan, peternakan ayam didirikan jauh dari pemukiman penduduk namun lama kelamaan di sekitar areal petemakan tersebut menjadi pemukiman. Hal tersebut menjadi soal karena perkembangan dan rencana tataruang yang tidak konsisten (INFOVET, 1996). Untuk itu. perlu suatu perbaikan sistem pemanfaatan lahan yang sesuai dengan peruntukannya. Dalam hal ini pemerintah telah membuat kebijakan penggunaan suatu areal atau kawasan usaha peternakan (KUNAK) agar tidak saling mengganggu antara peternakan dan pemukiman. Sudah tentu kawasan tersebut juga harus senantiasa memelihara lingkungannya, antara lain dengan melakukan pengelolaan limbah serta pemantauan lingkungan secara terus menerus.
DAMPAK BAU KOTORAN AYAM TERHADAP LINGKUNGAN
Seperti disebutkan sebelumnya, dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gasamonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida, (H2S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil. Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentrasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas. Pada konsentrasi amonia yang lebih tinggi di udara dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan saluran pernapasan pada manusia dan hewan itu sendiri (CHARLES DAN HARIONO, 1991). Pada tabel berikut dapat dilihat pengaruh kadar amonia terhadap manusia dan ternak (SETIAWAN, 1996).
Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktifitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri, karena gas‑gas tersebut dapat menyebabkan produktifitas ayam menurun, sedangkan biaya kesehatan semakin meningkat, yang menyebabkan keuntungan peternak menipis.
Tabel Pengaruh Gas Amonia Pada Manusia Dan Hewan
Sumber: Setiawan (1996)
Menyiasati Bau Tak Sedap dari Kandang
Bau tak sedap di kandang disebabkan kadar amonia yang tinggi. Berpotensi meningkatkan angka kematian ayam. Widodo baru saja memulai usaha beternak ayam pedaging (broiler). Lelaki muda asal Temanggung ini belum memiliki lahan khusus untuk bisnis barunya ini. Dia menggunakan lahan kosong di halaman samping rumahnya. Populasinya tak banyak, hanya 1000 ekor. Walau demikian, Widodo tetap was-was jika bisnisnya nanti akan ditentang warga. Sebab, dia tinggal di pemukiman yang padat penduduk. Ini artinya, dia tak bisa sekadar mengelola limbah ternaknya sebaik mungkin agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Lebih dari itu, dia juga harus menekan serendah mungkin polusi udara akibat bau tak sedap yang ditimbulkan dari usaha ternaknya tersebut. Widodo hanyalah satu dari sekian banyak peternak yang masih dipusingkan dengan masalah polusi bau. Dan ini bukan masalah sepele. Sebab jika dibiarkan berlarut-larut, bau tidak hanya akan menimbulkan masalah polusi udara, tapi juga akan menurunkan produktivitas ternaknya. Bisa-bisa sebelum mencapai untung sudah buntung duluan. Ini sangat masuk akal. Manajer Umum PT Alltech Biotechnology Indonesia, Isra Noor menyatakan bahwa kandang yang bau biasanya disebabkan oleh kandungan amonia yang tinggi dari produksi kandang. Amonia dalam konsentrasi kecil hanya akan berdampak pada bau yang tidak sedap. Sebaliknya dalam konsentrasi besar, amonia menyebabkan persoalan pernafasan dan iritasi.? Amonia yang tinggi di kandang akan sangat merugikan peternak karena menurunkan produksi ayam baik broiler maupun layer (petelur). Kadar amonia yang tinggi di kandang juga memungkinkan terjadinya peningkatan angka kematian akibat berbagai penyakit pernafasan,? kata ahli nutrisi dari PT Trouw Nutrition Indonesia (PT Trouw), Wira Wisnu Wardani dalam kesempatan berbeda.
Produksi Amonia, Tak Terelakkan
Amonia, menurut Isra, produksinya tak bisa dihindarkan dalam kandang ternak. Sementara secara terpisah, Manajer Pemasaran PT Trouw Harris Haryadi menjelaskan bahwa munculnya amonia merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur nitrogen (N) di dalam kotoran. Selanjutnya, sisa N tersebut oleh bakteri pengurai akan diubah menjadi amonia (NH3) atau amonium (NH4+).
Secara lebih rinci, pakar nutrisi unggas dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Zuprizal memiliki penjelasan untuk hal ini. ?Unggas memiliki sistem pencernaan yang unik,? katanya. Salah satunya adalah sisa pencernaan yang dikeluarkan melalui kloaka (anus) berupa ekskreta, yaitu campuran antara pakan tak tercerna dengan asam urat sebagai hasil akhir metabolisme tubuh ayam (semacam urin pada mamalia).
Secara lebih rinci, pakar nutrisi unggas dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Zuprizal memiliki penjelasan untuk hal ini. ?Unggas memiliki sistem pencernaan yang unik,? katanya. Salah satunya adalah sisa pencernaan yang dikeluarkan melalui kloaka (anus) berupa ekskreta, yaitu campuran antara pakan tak tercerna dengan asam urat sebagai hasil akhir metabolisme tubuh ayam (semacam urin pada mamalia).
Pakan tak tercerna dan asam urat ini merupakan penyumbang kandungan N (Nitrogen) dalam ekskreta. N dari ekskresi ginjal sebanyak 80% dan dari sistem pencernaan 20%. N urin ditemukan dalam bentuk asam urat, amonia, urea dan kreatinin.
Terkait hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi amonia di dalam kandang. Yaitu, lanjut Zuprizal, kualitas protein pakan, desain kandang, manajemen pemberian pakan, penanganan kotoran, temperatur lingkungan, kecepatan angin dan kondisi litter (alas kandang/sekam). Selain itu, daerah dengan kelembaban tinggi juga menyebabkan produksi amonia yang berasal dari dekomposisi asam urat lebih cepat, karena aktivitas bakteri dekomposer di tempat itu lebih cepat juga.
Harris menambahkan, tempat yang sangat berpeluang mengandung konsentrasi amonia tinggi adalah setiap tempat yang memiliki ventilasi kurang lancar dan kelembaban tinggi (bisa berkaitan dengan jenis sekam yang kurang daya serap airnya, tempat minum yang membasahi sekam, musim hujan dan atap bocor). Isra punya pendapat, konsentrasi amonia dalam kandang terkait erat dengan banyaknya konsentrasi nitrogen dalam kotoran, pH dan sistem ventilasi. Produksi amonia akan maksimal ketika pH kotoran berkisar antara 7-10. Konsentrasi amonia ini pada tingkatan tertentu menurut Zuprizal bisa menyebabkan berbagai gangguan (lihat tabel). Threshold limit value (ambang batas konsentrasi) amonia pada unggas sebesar 25 ppm dan pada manusia 50 ppm. Angka ambang batas yang sama 25 ppm juga disodorkan Isra. Tapi dia menyebutkan rekomendasi ilmuwan Eropa yang jauh lebih kecil yakni 10 ppm
Harris menambahkan, tempat yang sangat berpeluang mengandung konsentrasi amonia tinggi adalah setiap tempat yang memiliki ventilasi kurang lancar dan kelembaban tinggi (bisa berkaitan dengan jenis sekam yang kurang daya serap airnya, tempat minum yang membasahi sekam, musim hujan dan atap bocor). Isra punya pendapat, konsentrasi amonia dalam kandang terkait erat dengan banyaknya konsentrasi nitrogen dalam kotoran, pH dan sistem ventilasi. Produksi amonia akan maksimal ketika pH kotoran berkisar antara 7-10. Konsentrasi amonia ini pada tingkatan tertentu menurut Zuprizal bisa menyebabkan berbagai gangguan (lihat tabel). Threshold limit value (ambang batas konsentrasi) amonia pada unggas sebesar 25 ppm dan pada manusia 50 ppm. Angka ambang batas yang sama 25 ppm juga disodorkan Isra. Tapi dia menyebutkan rekomendasi ilmuwan Eropa yang jauh lebih kecil yakni 10 ppm
Senada, Harris menyebutkan kadar 25 ppm adalah ambang batas kadar amonia untuk mulai menimbulkan efek negatif pada ayam. Diawali iritasi permukaan saluran pernafasan, yang berpotensi diikuti masuknya kuman melalui epitel saluran nafas yang mulai rusak.? Akibatnya penyakit-penyakit pernafasan, seperti SNOT, CRD kompleks dan sejenisnya akan lebih mudah menyerang dan sulit disembuhkan pada keadaan amonia di kandang sudah tinggi,? katanya. Celakanya, kata Harris, penyakit-penyakit pernafasan yang menyerang tersebut, terkadang masih pada tahap subklinis (gejala yang tak tampak), tetapi sudah membengkakkan angka FCR (perbandingan konversi pakan) .
Deteksi Amonia
Berdasarkan kemungkinannya, Zuprizal mengatakan, kandang postal memiliki potensi gangguan akibat amonia lebih besar daripada kandang panggung. Sebab, amonia memiliki massa jenis lebih tinggi daripada udara. ?Sehingga amonia ngendon di atas lantai. Akibatnya, pada kandang litter, ayam akan langsung menghirupnya terus menerus,? kata Zuprizal.
Beberapa cara dapat digunakan untuk mendeteksi kadar amonia di kandang. Harris menyebutkan, diantaranya dengan memakai indikator kadar amonia, seperti kertas litmus (kertas pengukur pH). ?Penggunaan indikator seperti itu,? Harris mengungkapkan, ?yang terpenting adalah mengukurnya di ketinggian + 25 cm atau setara dengan kepala ayam di kandang tersebut. Terlalu dekat ke lantai akan terlalu pekat, terlalu tinggi akan kurang bermakna.? Dan untuk cara termudah mengetahui kadar amonia di dalam kandang adalah, ?Bila kita masuk kandang dan bau kotoran sudah mulai menyengat, maka kadar amonia sudah bisa dikatakan berlebihan,? kata Harris.
Perketat Manajemen Kebersihan
Demi mengurangi munculnya amonia ini, Isra memberikan tiga solusi. Yaitu dengan manajemen perkandangan, kebersihan dan manipulasi nutrisi. Untuk manajemen perkandangan antara lain bisa dilakukan dengan mengatur ventilasi kandang dengan baik. Ventilasi kandang yang baik ini akan meminimalkan kandungan amonia. ?Tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap bau yang muncul dan menyebar di sekitar perumahan,? kata Isra. Pasalnya, bau yang tidak sedap tersebut akan dibawa keluar dan bisa menyebar.
Karena itu, Isra mengemukakan cara yang paling rasional untuk mengurangi amonia ini adalah dengan memperketat manajemen kebersihan. Artinya harus secara rutin membersihkan kandang dan membuang atau menampung kotoran ke tempat yang jauh dari pemukiman. Membiarkan kotoran dalam kandang terlalu lama akan membuat produksi amonia kian tinggi. Cara lain adalah menurunkan pH kotoran dengan penambahan asam (asam sulfat, asam nitrat, asa, klorida/HCl dll). Maksudnya untuk menghambat populasi bakteri penghasil enzim urease.
KESIMPULAN
Upaya pengelolaan bau kotoran ayam terutama oleh gas amonia dan hidrogen sulfide perlu dilakukan untuk mencegah gangguan kesehatan manusia dan ternak. Penggunaan kapur 1 3 % dan probiotik starbio 0,025 0,05 % nampaknya merupakan pilihan yang cukup baik dibandingkan dengan zeolit dan EM4R. Pemantauan lingkungan harus selalu dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat disekitar usaha peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://ardhiborneogemilang.wordpress.com/2010/05/01/pengaruh-amonia-pada-usaha-dan-lingkungan-peternakan-ayam/